komunikasi islam
Komunikasi
Islam adalah proses penyampaian pesan-pesan keislaman dengan menggunakan
prinsip-prinsip komunikasi dalam Islam. Dengan pengertian demikian, maka
komunikasi Islam menekankan pada unsur pesan (message), yakni risalah
atau nilai-nilai Islam, dan cara (how), dalam hal ini tentang gaya
bicara dan penggunaan bahasa (retorika).
Pesan-pesan
keislaman yang disampaikan dalam komunikasi Islam meliputi seluruh ajaran
Islam, meliputi akidah (iman), syariah (Islam), dan akhlak (ihsan).
Soal cara (kaifiyah),
dalam Al-Quran dan Al-Hadits ditemukan berbagai panduan agar komunikasi
berjalan dengan baik dan efektif. Kita dapat mengistilahkannya sebagai kaidah,
prinsip, atau etika berkomunikasi dalam perspektif Islam.
Kaidah,
prinsip, atau etika komunikasi Islam ini merupakan panduan bagi kaum Muslim
dalam melakukan komunikasi, baik dalam komunikasi intrapersonal, interpersonal
dalam pergaulan sehari hari, berdakwah secara lisan dan tulisan, maupun dalam
aktivitas lain.
Dalam berbagai
literatur tentang komunikasi
Islam kita dapat menemukan setidaknya enam jenis gaya bicara atau pembicaraan
(qaulan) yang dikategorikan sebagai kaidah, prinsip, atau etika komunikasi
Islam, yakni (1) Qaulan Sadida, (2) Qaulan Baligha, (3) Qulan Ma’rufa, (4)
Qaulan Karima, (5) Qaulan Layinan, dan (6) Qaulan Maysura.
1. QAULAN
SADIDA
“Dan hendaklah
takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka
anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh
sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan Qaulan Sadida –perkataan yang benar” (QS. 4:9)
Qaulan Sadidan berarti
pembicaran, ucapan, atau perkataan yang benar, baik dari segi substansi
(materi, isi, pesan) maupun redaksi (tata bahasa).
Dari segi
substansi, komunikasi Islam harus menginformasikan atau menyampaikan kebenaran,
faktual, hal yang benar saja, jujur, tidak berbohong, juga tidak merekayasa
atau memanipulasi fakta.
“Dan jauhilah
perkataan-perkataan dusta” (QS. Al-Hajj:30).
“Hendaklah kamu
berpegang pada kebenaran (shidqi) karena sesungguhnya kebenaran itu memimpin
kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga” (HR. Muttafaq
‘Alaih).
“Katakanlah
kebenaran walaupun pahit rasanya” (HR Ibnu Hibban).
Dari segi
redaksi, komunikasi Islam harus menggunakan kata-kata yang baik dan benar,
baku, sesuai kadiah bahasa yang berlaku.
“Dan berkatalah
kamu kepada semua manusia dengan cara yang baik” (QS.
Al-Baqarah:83).
“Sesungguhnya
segala persoalan itu berjalan menurut ketentuan” (H.R. Ibnu Asakir dari
Abdullah bin Basri).
Dalam bahasa
Indonesia, maka komunikasi hendaknya menaati kaidah tata bahasa dan mengguakan
kata-kata baku yang sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
2. QAULAN
BALIGHA
“Mereka itu
adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. karena
itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah
kepada mereka Qaulan Baligha –perkataan yang berbekas pada
jiwa mereka.“ (QS An-Nissa :63).
Kata baligh
berarti tepat, lugas, fasih, dan jelas maknanya. Qaulan Baligha artinya
menggunakan kata-kata yang efektif, tepat sasaran, komunikatif, mudah
dimengerti, langsung ke pokok masalah (straight to the point), dan tidak
berbelit-belit atau bertele-tele.
Agar komunikasi
tepat sasaran, gaya bicara dan pesan yang disampaikan hendaklah disesuaikan
dengan kadar intelektualitas komunikan dan menggunakan bahasa yang dimengerti
oleh mereka.
“Berbicaralah
kepada manusia sesuai dengan kadar akal (intelektualitas) mereka” (H.R.
Muslim).
”Tidak kami
utus seorang rasul kecuali ia harus menjelaskan dengann bahasa kaumnya”(QS.Ibrahim:4)
Gaya bicara dan
pilihan kata dalam berkomunikasi dengan orang awam tentu harus dibedakan dengan
saat berkomunikasi dengan kalangan cendekiawan. Berbicara di depan anak TK
tentu harus tidak sama dengan saat berbicara di depan mahasiswa. Dalam konteks
akademis, kita dituntut menggunakan bahasa akademis. Saat berkomunikasi di
media massa, gunakanlah bahasa jurnalistik sebagai bahasa komunikasi massa (language
of mass communication).
3. QAULAN
MA’RUFA
Kata Qaulan
Ma`rufan disebutkan Allah dalam QS An-Nissa :5 dan 8, QS. Al-Baqarah:235
dan 263, serta Al-Ahzab: 32.
Qaulan Ma’rufa artinya
perkataan yang baik, ungkapan yang pantas, santun, menggunakan sindiran (tidak
kasar), dan tidak menyakitkan atau menyinggung perasaan. Qaulan Ma’rufa
juga bermakna pembicaraan yang bermanfaat dan menimbulkan kebaikan (maslahat).
“Dan janganlah
kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya[268], harta (mereka
yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.
berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada
mereka Qaulan Ma’rufa –kata-kata yang baik.” (QS An-Nissa :5)
“Dan apabila
sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, Maka berilah
mereka dari harta itu (sekadarnya) dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan Ma’rufa
–perkataan yang baik” (QS An-Nissa :8).
“Dan tidak ada
dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu
Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui
bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu
Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekadar
mengucapkan (kepada mereka) Qaulan Ma’rufa –perkataan yang baik…” (QS.
Al-Baqarah:235).
“Qulan Ma’rufa
–perkataan yang baik– dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi
dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi
Maha Penyantun.” (QS. Al-Baqarah: 263).
“Hai
isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu
bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah
orang yang ada penyakit dalam hatinya] dan ucapkanlah Qaulan Ma’rufa –perkataan
yang baik.” (QS. Al-Ahzab: 32).
4. QAULAN
KARIMA
“Dan Tuhanmu
telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada kedua orangtuamu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
seklai kali janganlah kamu mengatakan kepada kedanya perkatan ‘ah’ dan kamu
janganlah membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan Karima –ucapan
yang mulia” (QS. Al-Isra: 23).
Qaulan Karima adalah
perkataan yang mulia, dibarengi dengan rasa hormat dan mengagungkan, enak
didengar, lemah-lembut, dan bertatakrama. Dalam ayat tersebut perkataan yang
mulia wajib dilakukan saat berbicara dengan kedua orangtua. Kita dilarang
membentak mereka atau mengucapkan kata-kata yang sekiranya menyakiti hati
mereka.
Qaulan Karima harus
digunakan khususnya saat berkomunikasi dengan kedua orangtua atau orang yang
harus kita hormati.
Dalam konteks
jurnalistik dan penyiaran, Qaulan Karima bermakna mengunakan kata-kata
yang santun, tidak kasar, tidak vulgar, dan menghindari “bad taste”, seperti
jijik, muak, ngeri, dan sadis.
5. QAULAN
LAYINA
“Maka
berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan Qulan Layina –kata-kata yang
lemah-lembut…” (QS. Thaha: 44).
Qaulan Layina berarti
pembicaraan yang lemah-lembut, dengan suara yang enak didengar, dan penuh
keramahan, sehingga dapat menyentuh hati. Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan,
yang dimaksud layina ialah kata kata sindiran, bukan dengan kata kata
terus terang atau lugas, apalagi kasar.
Ayat di atas
adalah perintah Allah SWT kepada Nabi Musa dan Harun agar berbicara
lemah-lembut, tidak kasar, kepada Fir’aun. Dengan Qaulan Layina, hati
komunikan (orang yang diajak berkomunikasi) akan merasa tersentuh dan jiwanya
tergerak untuk menerima pesan komunikasi kita.
Dengan
demikian, dalam komunikasi Islam, semaksimal mungkin dihindari kata-kata kasar
dan suara (intonasi) yang bernada keras dan tinggi.
6. QAULAN
MAYSURA
”Dan jika kamu
berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhannya yang kamu harapkan,
maka katakanlah kepada mereka Qaulan Maysura –ucapan yang mudah” (QS. Al-Isra:
28).
Qaulan Maysura bermakna ucapan
yang mudah, yakni mudah dicerna, mudah dimengerti, dan dipahami oleh komunikan.
Makna lainnya adalah kata-kata yang menyenangkan atau berisi hal-hal yang
menggembirakan. Wallahu a’lam. (Diolah dari berbagai sumber.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar